Keadilan sarang laba-laba hanya mampu menjaring serangga-serangga kecil,
tetapi akan robek manakala yang akan di jaring adalah serangga kelas kakap...
Sebarkan benih keadilan di tanah gersang, sirami dengan air ketulusan dari samudra atlantik...

Kamis, 13 Januari 2011

Hukum Sebagai Sarana Pembaharuan Masyarakat (Law as a tool of social engineering)


Konsep hukum sebagai sarana pembaharu masyarakat mengingatkan kita pada pemikiran Roscea Pound, salah seorang pendukung Sociological Jurisprudence. Pound mengatakan, hukum dapat berfungsi sebagai alat merekayasa (law as a tool of social engineering), tidak sekadar melestarikan status quo.
Jadi berbeda dengan Mazhab Sejarah yang mengasumsikan hukum itu tumbuh dan berkembang bersama dengan perkembangan masyarakat, sehingga hukum digerakkan oleh kebiasaan, maka Social Jurisprudence berpendapat sebaliknya. Hukum justru yang yang menjadi instrument untuk mengarahkan masyarakat menuju kepada tujuan yang diinginkan, bahkan kalau perlu, menghilangkan kebiasaan masyarakat yang dipandang negatif.
Menurut Satjipto Rahardjo (1986: 170-171), langkah yang diambil dalam social engineering bersifat sistematis, dimulai dari identifikasi problem sampai kepada jalan pemecahannya, yaitu :
1.      Mengenai problem yang dihadapi sebaik-baiknya. Termasuk di dalamnya mengenali dengan saksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari penggarapan tersebut;
2.      Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini penting dalam ha; social engineering itu hendak terapkan pada masyarakat dengan sektor-sektor kehidupan majemuk, seperti : tradisional, modern, dan pencernaan. Pada tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sector mana yang dipilih;
3.      Membuat hipotesis-hipotesis dan memilih mana yang paling layak untuk bisa dilaksanakan.
Di Indonesia, konsep Pound ini dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja. Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, hukum di Indonesia tidak cukup berperan sebagai alat, tetapi juga sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Pemikiran ini oleh sejumlah ahli hukum Indonesia disebut-sebut sebagai mahzab tersendiri dalam filsafat hukum, yaitu Mahzab Filsafat Hukum Unpad.
            Pendekatan sosiologis yang disarankan oelh Mochtar dimaksudkan untuk tujuan praktis, yakni dalam rangka menghadapi permasalahan pembangunan sosial-ekonomi. Ia juga melihat, urgensi penggunaan pendekatan sosialogis dengan mengambil model berpikir Pound ini, lebih-lebih dirasakan oleh Negara-negara berkembang daripada Negara-negara maju. Hal itu tidak lain karena mekanisme hukum di negara-negara berkembang belum semapan di Negara-negara maju.
            Mengingat pembangunan social-ekonomi ini selalu membawa perubahan-perubahan, maka seharusnya hukum itu mengambil peran, sehingga perubahan-perubahan tersebut dapat dikontrol agar berlangsung tertib dan teratur. Dalam hal ini hukum tidak lagi berdiri di belakang fakta (het recht hinkt achter de feiten aan), tetapi justru sebaliknya.
Hukum dalam konsep Mochtar tidak diartikan sebagai alat tetapi sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Pokok-pokok pikiran yang melandasi konsep tersebut adalah 1) bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha pembangunan dan pembaruan memang diinginkan, bahkan dianggap dan 2) bahwa hukum dalam arti kaidah diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia kea rah yang dikenhendaki oleh pembangunan dan pembaharuan itu. Untuk itu diperlukan saran berupa peraturan hukum yang berbentuk tertulis (baik perundang-undangan maupun yurisprudensi), dan hukum yang berbentuk tertulis itu harus sesuai dengan hukum yang lain dalam masyarakat sebenarnya, Konsep Mochtar ini tidak hanya dipengaruhi oleh Sociological Jurisprudence, tetapi juga oleh Pragmatic Legal Realism.
            Lebih jauh lagi, Mochtar (1976:9-10) berpendapat bahwa pengertian sarana lebih luas dari pada alat (tool). Alasannya 1) di Indonesia peranan perundang-undangan dalam proses pembaruan hukum lebih menonjol, misalnya jika disbanding dengan Amerika Serikat, yang menempatkan yurisrudensi (khususnya putusan Supreme Court) pada tempat lebih penting, 2) Konsep hukum sebagai alat akan mengakibatkan hasil yang tidak jauh berbeda dari penerapan legisme sebagaimana pernah diasakan pada zaman Hindia Belanda, dan di Indonesia ada sikap yang menunjukkan kepekaan masyarakat untuk menolak penerapan konsep seperti itu, dan 3) Apabila hukum di sini termasuk juga hukum internasional, maka konsep hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat sudah diterapkan jauh sebelum konsep ini diterima resmi sebagai landasan kebijakan hukum nasional.
            Mochtar (1976:10), kemudian menegaskan, dari uraian diatas kiranya jelas bahwa walaupun secara teoritis konsepsi hukum yang melandasi kebijaksanaan hukum dan perundang-undangan (reschts politik) sekarang ini diterangkan menurut istilah atau konsepsi-konsepsi atau teori masa kini yang berkembang di Eropa dan di Amerika Serikat, namun pada hakekatnya konsepsi tersebut lahir dari masyarakat Indonesia sendiri berdasarkan kebutuhan yang mendesak dan dipengaruhi faktor-faktor yang berakar dalam sejarah masyarakat dan bangsa kita.
            Meskipun Mochtar menegaskan, bahwa gagasannya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berakar pada sejarah bangsa, menurut Soetandyo Wignjosoebroto (1994:232-233), Mochtar tidak terlampau percaya bahwa budaya, tradisi, dan hukum asli rakyat pribumi harus dilestarikan seperti yang pernah dilakukan pada masa-masa pemerintah kolonial. Kebijakan anti-acculturation yang tidak mendatangkan kemajuan apa-apa, sedangkan introduksi hukum Barat dengan tujuan-tujuan yang terbatas pun kenyataannya hanya berdampak kecil untuk proses modernisasi (Indonesia) secara keseluruhannya. Untuk itu, Mochtar mengusulkan agar pembangunan hukum nasional di Indonesia hendaklah tidak secara tegesa-gesa dan terlalu pagi membuat keputusan : hendak hukum colonial berdasarkan pola-pola pemikiran Barat, ataukah untuk secara a priori mengembangkan hukum adat sebagai hukum nasional.
            Sebelum memutuskan apa yang hendak dikembangkan sebagai hukum nasional, Mochtar menganjurkan agar dilakukan penelitian-penelitian terlebih dahulu untuk menentukan bidnag hukum apa yang perlu diperbarui, dan bidang (ranah) apa yang dibiarkan berkembang sendiri. Mochtar melihat, bahwa untuk hukum-hukum yang yang tidak netral, pembangunannya diupayakan sedekat mungkin behubungan dengan budaya dan kehidupan spiritual bangsa. Di sisi lain, untuk bidnag hukum lain, seperti kontrak, badan usaha, dan tata niaga, dapat diatur melalui hukum perundang-undangan nasional. Untuk ihwal lain yang lebih netral seperti komunikasi, pelayaran, pos dan telekomunikasi model yang telah dikembangkan dalam system hukum asing pun dapat saja ditiru.
Soetandyo Wignjosoebroto mengatakan bahwa ide Mochtar tentang kodifikasi dan unifikasi hukum nasional yang terbatas, ialah kodifikasi yang terbatas secara selektif pada hukum yang tidak hendak menjamah ranah kehidupan budaya dan spiritual  rakyat (setidak-tidaknya untuk sementara ini), telah menjadi bagian dari program kerja Bdan Pembinaan Hukum Nasional bertahun-tahun lamanya.
Ide law as a iool of social engineering ini rupanya baru ditujukan secara selektif untuk memfungsikan hukum guna merekayasa kehidupan ekonomi nasional aja, dan tak berpretensi akan sanggup merekayasa masyarakat dalam seluruh aspek kehidupannya. Ide seperti ini tentu saja bersesuaian dengan kepentingan pemerintah Orde Baru, karena ide untuk mendahulukan pembangunan hukum yang gayut dengan netral yang juga hukum ekonomi, tanpa melupakan tentu saja hukum tatanegara manakala sempat diselesaikan dengan hasil baik akan sangat doharapkan dapat dengan cepat membantu penyiapan salah satu infrastruktur politik dan ekonomi (Wignjosoebroto,1994:234).
Soetandyo lebih jauh mencatat, bahwa dalam perkembangannya tidak semua ahli hukum sependapat dengan perkembangan hukum nasional dengan cara mengembangkan hukum baru atas dasar prinsip-prinsip yang telah diterima dalam kehidupan internasional, dengan maksud untuk memperoleh sarana yang berdayaguna membangun infrastruktur politik dan ekonomi nasional dengan membiarkan untuk sementara infrastruktur social budaya yang tidak netral atau belum dapat dinetralkan. Pihak-pihak yang tidak setuju berpendapat, upaya demikian terlalu menyimpang dari tradisi.
Ada dua golongan yang tidak setuju. Pertama, mereka yang percaya harus ada kontinuitas perkembangan hukum dari yang lalu (colonial) ke yang kini (nasional). Golongan kedua adalah mereka yang percaya bahwa hukum nasional harus berakar dan berangkat dari hukum rakyat yang ada, yaitu hukum adapt. Dengan mengutip John Ball dalam bukunya berjudul Indonesian Law Commentary and Teaaching Materials (1985) dan The Struggle or National Law in Indonesia (1986), golongan pertama ini antara lain tokoh-tokoh Pengacara di Jakarta,seperti Adnan Buyung Nasution Sulistio, dan Thiam Hien. Golongan kedua, merupakan kelanjutan dari gerakan yang telah berumur tua, sudah kehilangan pencetus-pencetus ide barunya yang mampu bersaing. Beberapa nama yang dapat disebut adalah (almarhum) Djojodigoeno dan M. Koesnoe.
Suatu tanggapan yang lain mengenai gagasan Mochtar, dating dari S. Tasrif. Ia mengingatkan agar pembinaan hukum tidak diarahkan untuk menghasilkan perundang-undangan baru belaka, tetapi seharusnya juga menghasilakn perundang-undangan yang tidak menyampaikan hak asasi manusia dan martabat manusia, sehingga slogan Rule of law pada hakikatnya akan menjadi rule of just law (Kusumaatmadja,1975:22).   
Pendapat S. Tasrif ini perlu untuk digarisbawahi. Hal ini juga sebenarnya disadari sepenuhnya oleh Mochtar Kusumaatmadja, dengan mengatakan bahwa pembinaan hukum nasional secara menyeluruh menghadapi tiga kelompok masalah (problem areas), yaitu 1) Inventarisasi dan kepustakaan hukum, 2) Media dan personil (unsure manusia), dan 3) perkembangan hukum nasional. Kelompok masalah ketiga, perkembangan hukum nasional, dapat dibedakan dalam dua masalah, yaitu 1) Masalah pemilihan bidang hukum mana yang hendak dikembangkan, dan 2) Masalah penggunaan model-model asing.
Masalah pertama dapat diatasi dengan menggunakan berbagai ukuran (kriterium), yaitu : 1) Ukuran keperluan yang mendesak (urgent need), 2) feasibility, dalam hal ini bidang huku yang terlalu mengandung komplikasi-komplikasi cultural, keagamaan, dan sosiologis, akan ditangguhkan pengembangannya, 3) Perubahan yang pokok (fundamental change), yang maksudnya, perubahan (melalui perundangan-undangan) di sini diperlukan karena pertimbangan-pertimbangan politis,ekonomis dan/atau sosial. Menurut Mochtar (1975:13), perubahan hukum demikian sering diadakan oleh Negara-negara bekas jajahan dengan pemerintah yang memiliki kesadaran politik yang tinggi. Bidang hukum yang biasanya dipilih adalah hukum agrarian, perburuhan, hukum-hukum mengenai pertambangan dan industri. Di mana ada keinginan untuk menarik penanaman modal asing maka aka nada tarikan antara keinginan demikian dengan keinginan untuk mengadakan perubahan dasar (fundamental change) dalam perundang-undangan yang ditinggalkan pemerintah kolonial yang menempatkan pemerintah yang bersangkutan dalam kedudukan yang tidak murah.
Masalah kedua adalah penggunaan model-model (hukum) asing. Walaupun ada kalanya menguntungkan untuk menggunakan model-model hukum asing, namun seperti disinggung di muka, Mochtar menyadari bahwa penggunaan model-model tersebut dapat mengalami hambatan. Untuk itu harus dipertimbangkan apakah pemakaian menggunakan wujud semua (adoption) atau dalam bentuk yang sudah diubah (adoption).
Berdasarkan uraian dan pertimbangan yang sangat logis seperti yang telah dipaparkan, konsep hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat merupakan konsep pembangunan (atau pembinaan) hukum yang paling tepat dan relevan sampai saat ini. Masalahnya terletak pada seberapa jauh pembentukan peraturan perundang-undangan baru (dalam bidang-bidang hukum yang dianggap netral) telah diantisipasi dampaknya bagi masyarakat secara keseluruhannya. Ada tiga catatan yang dapat diberikan sebagai pelengkap.
Pertama, harus disadari bahwa bagaimanapun hukum merupakan suatu system, yang keseluruhannya tidak lepas dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Untuk itu, pengembangan satu bidang hukum juga akan berpengaruh pula ke bidang-bidang hukum lainnya. Sebagai contoh, peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal, memiliki keterkaitan dengan masalah hukum pertanahan, yang di Indonesia belum dapat disebutkan sebagai bidang yang netral.
Kedua, penetapan tujuan hukum yang terlalu jauh dari kenyataan sosial seringkali menyebabkan dampak negatif yang perlu diperhitungkan. Sebagai contoh, pembentukan Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sesungguhnya dapat dilihat dalam konteks ini. Produk hukum tersebut dapat dikatakan sebagai wujud wujud social engineering untuk mengarahkan masyarakat Indonesia dari kebiasaan tidak disiplin berlalu lintas menjadi berdisiplin. Kendati demikian, kondisi yang ideal seperti yang diharapkan oleh undang-undang tersebut rupanya terlalu jauh dari kenyataan sosial yang ada. Masyarakat merasa belum siap untuk mengikuti instrument hukum itu. Akibatnya, stabilitas social (bahkan politik) terganggu. Sebagai pemecahannya, diberikan beberapa konsensi kepada masyarakat dengan menerapkan isi undang-undang itu secara bertahap, yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan akan terjadi.
 Itulah sebabnya, saran Mochtar Kusumaatmadja untuk melakukan penelitian secara mendalam terlebih dahulu sebelum membentuk peraturan perundang-undangan yang baru, merupakan langkah yang sangat baik. Hal ini juga merupakan salah satu langkah penting mengikuti jalan pikiran social engineering, seperti diungkapkan Satjipto Rahardjo. Tanpa ada penelitian yang jelas, tidak akan pernah diketahui pasti seperti apa living law yang ada, dan bagaimana perencanaan itu harus dibuat secara akurat.
Ketiga, konsep social engineering tidak boleh berhenti pada penciptaan peraturan hukum tertulis karena hukum tertulis seperti itu selalu mengalami keterbatasan. Konsep ini memerlukan peranan aparat penegak hukum yang professional, untuk memberi jiwa pada kalimat-kalimat tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Aparat hukum, khususnya hakim, harus mampu menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, seperti diamanatkan dalam Pasal 27 Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, dan kemudian menggunakan nilai-nilai yang baik dalam rangka menerjemahkan ketentuan hukum yang berlaku.

Selasa, 11 Januari 2011

Kisah Perjalanan : Habibie & Ainun


“Terimakasih Allah, Engkau telah lahirkan Saya untuk Ainun dan Ainun untuk Saya...“
 
(Potongan doa Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie yang diamini istrinya, Ibu Ainun Habibie dengan anggukan kepala tepat pada hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke 48, 12 Mei 2010, di Intensive Station I-3 LMU Klinikum Universitas Muenchen).

Kisah ini diawali dari pertemuan dua insan pada tanggal 7 Maret 1962 di kediaman Keluarga Besari di Jalan Rangga Malela no. 11 B Bandung. Saat itu Habibie muda yang baru pulang dari Jerman untuk liburan di Indonesia diajak oleh adiknya, Fanny (J.E. Habibie) untuk bersilaturahmi ke kediaman keluarga Ainun yang sedang bersiap untuk merayakan malam takbiran Idul Fitri tahun itu. Tanpa sengaja Habibie berjumpa kembali dengan Ainun di ruang makan duduk seorang diri mengenakan celana blue jeans dan sedang menjahit. 

Betapa terkejutnya Habibie melihat Ainun telah menjadi wanita dewasa yang cantik dan anggun hingga seketika berseru “Ainun, Kamu cantik, dari gula jawa menjadi gula pasir”.

Dengan tenang sambil tersenyum Ainun membalas “Rudy, kapan kamu tiba dari Jerman?”.

Keduanya telah tidak bertemu lebih dari 7 tahun sejak lulus SMA. Mereka sama-sama sekolah di SMA Kristen di Jalan Dago. Suatu hari karena kesal sering dijodoh-jodohkan dengan Ainun oleh para guru karena sama-sama berbadan kecil, paling muda di kelas dan pintar dalam ilmu pasti, Habibie mendatangi Ainun yang sedang duduk bersama teman kelasnya. Tanpa alasan apapun langsung berkata tidak sopan “Mengapa kamu begitu hitam dan gemuk?”

Namun setelah malam itu, Habibie tidak akan pernah bisa melupakan pandangan mata dan senyuman lembut Ainun sampai kapanpun. Besoknya ketika Habibie mengajak Ainun bertemu lagi, beberapa kawan mereka berujar “Rudy, kamu mau jadikan Ainun pacarmu? Kamu harus tau diri! Sainganmu anggota keluarga terkemuka Indonesia yang berpendidikan lebih tinggi, lebih kaya, lebih ganteng dan lebih besar dari kamu! Kamu siapa? Sepeda motor saja tidak punya!..”.

Dengan keyakinan dibalas Habibie “ Saya percaya takdir seseorang ditentukan Allah SWT. Jikalau memang Ainun ditakdirkan untuk Saya dan Saya ditakdirkan untuk Ainun, maka Insya Allah Ainun akan menjad istri saya dan Saya menjadi suami Ainun”.

Akhirnya Habibie memberanikan diri mengajukan pertanyaan “Apakah Ainun sudah memiliki kawan dekat?” karena tidak dibalas, maka Habibie mengulangi pertanyaannya sekali lagi. Setelah itu Ainun berhenti, sambil memandang mata Habibie, Ainun menjawab “Saya tidak memiliki kawan atau teman dekat dan khusus”

Karena cuti Habibie di Indonesia hanya 3 bulan, maka mereka sepakat untuk menikah sebelum Habibie kembali ke Jerman. Dengan dukungan penuh kedua keluarga, akhirnya Akad nikah dilaksanakan tanggal 12 Mei 1962 dengan adat Jawa di kediaman keluarga Besari. Seketika lingkungan kehidupan habibie berpindah dari Ibu yang membesarkannya, karena ayahnya telah meninggal tahun 1950 ketika memimpin shalat Isya di atas Sajadah, ke istri yang akan mendampinginya membentuk keluarga. 

Ainun yang waktu itu telah menjadi dokter di RSCM memutuskan ikut dengan Habibie ke Jerman meninggalkan keluarga, sahabat dan pekerjaannya untuk mendampingi suami menyelesaikan program doktor di bidang konstruksi ringan. Hidp di Aachen Jerman, dengan gaji asisten Professor dan Peneliti yang sebesar DM 1.300 (sekitar 680 Euro), Habibie mulai kewalahan karena harus membiayai kedupannya bersama Ainun. Banyak pengeluaran seperti asuransi, sewa tempat tinggal dan transportasi yang cukup menguras keuangan mereka. Untuk itu Ainun dan Habibie rela hidup hemat mengurangi pengeluaran dengan pindah tempat tinggal ke pinggir kota dan kadang berjalan kaki melewati kuburan dalam cuaca dingin untuk menghemat uang transport.

Karena harus mempersiapkan kelahiran bayi pertama maka kesulitan keuangan keluarga kecil ini semakin bertambah. Semuanya dikerjakan sendiri. Habibie membelikan mesin jahit untuk ainun dengan dicicil, agar bisa menjahit sendiri. “Maafkan, kemampuan saya hanya ini”.

Ainun mencium Habibie dan menjawab dengan pandangan mata dan senyuman “Kamu sudah memberi yang lebih indah dari semuanya.. Saya mengandung bayimu, anakmu dan keturunannmu”. Kemudian mereka bersyukur sambil berpelukan memanjatkan Al-Fatihah bersama.

Habibie kemudian mengajukan ijin bekerja di perusahaan kereta api Jerman untuk menambah penghasilan. Ia bekerja mendesain gerbong kereta menggunakan teknologi konstruksi ringan. Tantangannya adalah menyalurkan gaya 200 T yang diterima gerbong melalui seluaruh permukaan kulit gerbong kereta. Dengan kerja keras dan dukungan istri, Habibie berhasil dan membantu perusahaannya mendapatkan kontrak. Demikian pula dengan riset S3 mengenai metode thermoelastisitas untuk menghitung tegangan akibat pemanasan kinetik pada sayap pesawat terbang. Habibie sempat sampai pada kesimpulan teorinya salah total, sehingga usahanya meraih gelar doktor bisa gagal. Namun dengan ketenangan Ainun disertai tatapan mata dan senyumnya memberi masukan “Saya yakin bahwa semua yang dikembangkan Rudy sudah benar. Mungkin ada kesalahan pada angka masukan yang begitu banyak. Mengenal kemampuanmu, Saya sangat yakin akan keunggulanmu”. Dan memang benar apa yang dikatakan Ainun. Inilah yang membuat Habibie menamai anak pertama yang kemudian lahir “Ilham Akbar”, mengingat Ainun selalu memberinya Ilham dalam dalam hidup. Habibie akhirnya meraih gelar Dr. –Ing. pada tahun 1965.

Selepas mendapat gelar doktor, Habibie segera mendapat tawaran untuk melanjutkan riset di bidang thermoelastisitas untuk dapat menjadi guru besar di RWTH- Aachen. Ada juga tawaran bergabung dengan Boeing. Namun akhirnya Habibie lebih memilih bergabung dengan perusahaan pesawat yang tergolong masih kecil di Hamburg bernama HFB agar dapat lebih banyak mengambil ilmu yang kelak bisa di manfaatkan bagi pembangunan bangsa. Gaji awalnya sebesar DM 2.500. Sebagai Doktor termuda di perusahaan, Habibie sering dimintai konsultasi oleh rekan-rekannya. Bahkan sebagian mencoba menguji kemampuannya. Hari-hari Habibie menjadi sangat sibuk hingga tidak sadar bahwa Ainun telah mengandung lagi. Thareq Kemal lahir Tahun 1966.

Karena kecerdasan dan kerja kerasnya dalam menyelesaikan beberapa project dengan memuaskan, karir Habibie terus menanjak. Tahun itu Habibie mendapat kunjungan dirjen pendidikan tinggi Departemen Pendidikan yang memberikan ijin bekerja dengan catatan jika negara memerlukan maka Habibie harus segera pulang. Tahun yang sama Habibie pulang ke Indonesia untuk menghimpun data mengenai fasilitas dirgantara nasional yang mungkin akan dikembangkanya nanti. Ainun memanfaatkan waktu selama di Indonesia untuk mengenalkan Indonesia kepada Ilham dan Thareq, juga kepada kerabat-kerabat dan kawan lamanya.

Habibie dan Ainun memutuskan pulang ke Indonesia pada tahu 1974 saat mengepalai pengembangan iptek untuk perusahaan gabungan MBB. Waktu itu keadaan keuangan keluarga Habibie telah mapan. Ainun merelakan diri untuk mengurus sekolah anak-anak lebih dahulu sebelum pulang. Mereka merelakan meninggalkan rumah yang baru dibangun di Kackerbeck. Habibie juga menolak tawaran menjadi warga Jerman, serta tawaran mengembangkan tekhnologi dari Presiden Marcos di Filipina. Kepulangan Habibie tidak lepas dari peran Ibnu Sutowo sebagai Dirut Pertamina waktu itu, yang ditugaskan oleh Presiden Suharto untuk memulangkan Habibie.

Presiden Suharto mempunyai visi untuk mengembangkan kemampuan penguasaan tekhnologi bangsa Indonesia sehingga bisa bersaing dengan negara maju. Untuk mengakomodir visinya dibentuklah Divisi Advance Technology Pertamina. Disinilah Habibie mulai bekerja mengembangkan dasar-dasar penguasaan tekhnologi bangsa ini. Pembangunan IPTN dimulai dari tahun 1975 dengan banyuan “kader teknologi” yang pulang ke tanah air. BPPT didirikan tanggal 21 Agustus 1978 menggantikan Divisi ATP. Pada tahun 1978 itu juga Habibie di lantik menjadi Menristek. Habibie juga turut mengembangkan industri strategis nasional seperti PT. IPTN, PT. PAL, PT Pindad dan PT Inka.

Pesawat pertama hasil produksi PT IPTN dan CASA terbang perdana pada tahun 1984. Menyusul kemudian pesawat pertama yang murni diproduksi PT IPTN N 250 terbang perdana 10 Agustus 1995. Salah satu pesawat tercanggih dikelasnya waktu itu. Hal ini menumbuhkan kebanggan tersendiri bagi bangsa Indonesia.

Atas proposal yang diajukan mahasiswa Universitas Brawijaya bernama Erik Salman Habibie bersama tokoh muslim Indonesia mendirikan ICMI tanggal 7 Desember 1990. Atas dukungan Presiden Suharto dan 49 Ilmuwan Habibie menjadi ketua ICMI. Disini Habibie turut berpartisipasi dalam pendirian Harian Umum Republika yang kemudian melahirkan lembaga Dompet Dhuafa. Bank Muamalat dan Yayasan Orbit juga berdiri atas andil ICMI.

Selama mendampingi Habibie menjadi pejabat dengan pekerjaan yang sangat padat, Ainun selalu memberikan dorongan dan semangat dengan senyuman lembutnya. Ainun juga terlibat dengan berbagai kegiatan yang bersifat kemanusiaan. Seperti orang tua asuh dan panti jompo.

Mulai tahun 1996, Ainun mulai bermasalah pada pernafasan dan jantung. Atas saran Dokter Rumah Sakit MMC Ainun dibawa ke rumah sakit di Bad Oeynhausen Jerman. Saat itu tidak ada kamar kosong yang tersedia. Namun Habibie bersikeras menggunakan kamar darurat. Mereka mendaftarkan 2 pasien agar Habibie bisa berbaring disebelah Ainun meski dokter menyarankan menginap di hotel. Firasat Habibie benar, malam itu Ainun mengalami serangan jantung dan harus segera dioperasi. Operasi sukses dilaksanakan dengan mengganti klep jantung. Semenjak saat itu Habibie memutuskan untuk mundur dari kabinet periode mendatang untuk lebih memperhatikan Ainun dan membayar waktu Ainun dan anak-anak yang telah dirampas pekerjaannya selama ini.

Namun takdir mengatakan lain, Presiden Suharto mengangkatnya menjadi Wakil Presiden tahun 1998. Ainun kembali mengalah. Tak lama kemudian reformasi bergulir dan Habibie di angkat menjadi Presiden RI ke 3 menggantikan Suharto yang mengundurkan diri.

Salah satu alasan Habibie tidak mau dicalonkan lagi menjadi presiden tahun 1999 adalah kesehatan Ainun yang kembali memburuk.Habibie memilih mendirikan The Habibie Center (terinspirasi Carter Center) agar tetap bisa berperan dalam pembangunan tanah air. 

Bulan Mei 2000, Ainun kembali dibawa ke Jerman karena kondisi kesehatannya. Sistem kekebalan tubuh Ainun menurun, sehingga tidak diperkenankan tinggal di daerah khatulistiwa. Pasangan ini menghabiskan waktunya di pusat rehabilitasi Jerman, Swiss, Spanyol, Austria dan Hongaria berdua. Mengunjungi pusat-pusat kebudayaan eropa. Menikmati kasih sayang dan cinta sejati mereka di usia senja. Habibie tak pernah meninggalkan istrinya sendirian. Dia menemani Ainun kemanapun. Baru tahun 2004 Ainun diperbolehkan pulang ke Indonesia. Itupun tidak boleh lebih dari 3 bulan. Sesuai saran dokter, Habibie mambawa Ainun menikmati udara laut, berlayar dengan Queen Marry, Queen Elizabeth dan Queen Victoria yang mempunyai fasilitas kesehatan lengkap. Mengarungi Perairan Eropa dan Karibia. Mengunjungi banyak negara seperti Jepang, Hongkong, Australia, Korea Selatan berdua saja. Ainun dan Habibie sangat menikmati masa ini, karena mereka bisa menjadi wisatawan pertama kalinya berdua saja. 

Mereka menonton Madame Butterfly karya Giacomo Pucini di Sidney Opera House setelah sebelumnya pernah menyaksikan Opera Love Story La Boheme di National Theatre Muenchen sambil berpegangan tangan dan menangis. Mereka juga pergi ke sebuah bukit di Nagasaki, setting terjadinya Love Story Madame Butterfly. 

Selama hidup bersama Habibie, Ainun rutin melaksanakan puasa senin-kamis berdua. Membaca Alquran pada malam hari hingga beberapa juz. Dalam waktu penyembuhannya Ainun dan Habibie beberapa kali mampir di Mekah untuk menunaikan Umroh. Hubungan cinta antara mereka menciptakan semacam telepati, yang memungkinkan bisa berkomunikasi tanpa bicara. Cukup dengan tatapan mata. Bahkan jika mereka tidak berada di lokasi yang sama. Hal ini bahkan telah diakui oleh dokter-dokter di Jerman.

Cinta ini yang kemudian dinamakan Habibie sebagai “Cinta sejati, suci, murni, abadi..”. Habibie merasakan bahwasanya dia dan Ainun telah menyatu “ Manunggal roh, jiwa..”. 

Pada Maret 2010, Habibie membatalkan rencananya berlayar dengan kapal Queen Victoria setelah hasil pemeriksaan MRI di rumah sakit MMC menunjukan adanya kanker ovarium satdium 3 atau 4 pada tubuh Ainun. Segera dibawanya Ainun ke Jerman dengan pesawat Luthfansa. Setelah 10 jam terbang, Ainun mengalami kesusahan bernafas sehingga harus dibantu tabung oksigen. Penerbanganpun dipercepat hingga 30 menit. Ainun langsung dijemput dengan ambulans. Sesampainya di rumah sakit LMU- Muenchen, Habibie berjanji akan terus berada di sisi Ainun, setidak-tidaknya satu atap. Selama dua bulan Habibie tidak keluar dari rumah sakit untuk menemani Ainun menjalani belasan kali operasi dan therapy.

Dalam kondisi kritis Ainun masih memikirkan yayasan-yayasan yang dia kelola. Seolah-olah semua harus tuntas sebelum dia meninggal. 

Karena terlalu memperhatikan kesehatan isterinya, kondisi fiik Habibie menurun. Suatu hari Habibie baru dibolehkan masuk ke ruangan ICCU pukul 12.00 karena dilarang dokter, ketika masuk Ia mendapati isterinya menangis. 

Habibie pun bertanya “Ainun, mengapa menangis? Sakit?” Ainun menggelengkan kepalanya karena dimulutnya dipasang alat pernafasan.

“Takut sama peralatan ini?” Ainun kembali menggelengkan kepalanya.

“Saya mengerti sekarang. Kamu mengira telah terjadi sesuatu pada saya?” Sambil menangis Ainun mengangguk. Mereka bertatapan mata, dengan perasaan sama seperti ketika bertemu pada 7 Maret 1962.

Tanggal 12 Mei 2010 di rumah sakit LMU-Muenchen Habibie dan Ainun merayakan ulang tahun ke 6 Windu atau 48 tahun pernikahan mereka dalam keadaan memprihatinkan. Habibie memanjatkan doa yang diamini Ainun dengan anggukan kepala. Doa yang berisi ucapan terimakasih kepada Allah karena telah menyatukan mereka dalam cinta sejati yang indah. Ketika diperkenankan Habibie mendampingi Ainun tidur bersebelahan sambil berpegangan tangan, memandikan Ainun dengan air zam-zam.

Ketika dokter meminta izin untuk melakukan operasi ke 13 pembersihan jaringan kanker pada Ainun, dengan kesal Habibie bertanya “Anda sudah mengoperasi istri saya 13 kali dan hasilnya makin memprihatinkan. Apakah jika Istri saya dioperasi lagi anda dapat menggaransi keadaan Ainun menjadi lebih baik? Kalau anda dapat memberi garansi saya akan menyetujuinnya”.

Jawabab dokter “Kami tidak dapat memberi garansi”

“Kalau demikian, apa gunanya istri saya dioperasi lagi. Saya serahkan kepada Tuhan. Saya hanya memohon agar anda tidak memberi rasa sakit lagi kepada istri saya”.

“Apakah Anda membenarkan kebijaksanaan Saya?”

Dokter serentak menjawab “Kebijaksanaan Prof. Habibie sudah tepat, jika kami dalam keadaan Prof Habibie, Kami akan mengambil keputusan yang sama”

Seketika Habibie menangis didepan para dokter, dan meminta agar jika sudah waktunya Ainun meninggal, maka jangan diperlihatkan monitor denyutan jantungnya. Habibie takut menjadi histeris. Dokter menyanggupi permintaan Habibie. Mereka menyatakan kagum dengan cara Ainun an Habibie menghadapi semua ini dengan cinta yang murni. “Kami banyak belajar selama dua bulan ini, semoga Tuhan melindungi Anda berdua “.

Tanggal 22 Mei 2010 Pukul 17.20, Profesor memberi tahukan kepada Habibie bahwa waktu Ainun telah hampir tiba. Habibie membisikan syahadat ke telinga Ainun sambil mengelus tangan dan kepala istrinya. Pukul 17.30 Waktu Muenchen Ainun meninggal dunia.

“INNAA LILLAHI WA INIAA ILAIHI ROJI’UUN, AINUN Saya sangat cinta padamu”

Setelah Ainun meninggal banyak simpati berdatangan dari berbagai kalangan. Dari Presiden hingga anak kecil berumur 10 tahun yang mengirim surat “Yth. Bapak Habibie yang saya sayangi, Namaku Zahra umur 10 tahun. Aku mau bilang, jangan bersedih lagi ya pak. Bapak harus tersenyum. Saya yakin Ibu Ainun sekarang sudah di surga…” pada lembaran kedua terdapat empat bait lagu ciptaannya dan Ibunya.

Hingga hari ke 100, setiap hari Habibie berziarah ke makam Ainun. Setelah melalui proses berfikir menggunakan filsafat dan kepercayaan agama, akhirnya Habibie mulai Ikhlas merelakan kepergian Ainun. Dengan keyakinan suatu saat mereka akan dipertemukan kembali di akhirat. Setiap hari sehabis sholat lima waktu Habibie memanjatkan doa yang mereka panjatkan bersama di rumah sakit Muenchen.

Ini adalah kisah nyata Cinta dua orang manusia yang diabadikan lewat memoar karya B.J. Habibie berjudul “Habibie & Ainun” sebagai persembahan kepada istrinya Hasri Ainun Habibie. B

Senin, 10 Januari 2011

Penerapan Saham di Negara Singapura

Singapore, Companies, Act (Cap 50, 1994 Rev Ed)
1. Pengertian Saham

Saham menurut hukum Singapura adalah hak pemegang saham dalam perusahaan yang dinilai dengan sejumlah uang, pertama untuk keperluan penilaian tanggung jawab dan kedua, untuk keperluan penilaian hak, tetapi juga mencakup serangkaian janji-janji bersama yang diadakan oleh semua pemegang saham antara mereka sendiri.[1]

2. Klasifikasi Saham

Sacara umum, saham dibagi atas dua kelas utama yaitu saham biasa dan saham preferen. Saham preferen, sesuai dengan namanya, merupakan saham yang memberikan preferen/keistimewaaan bagi para pemegang saham tersebut. Preferen dapat berbentuk deviden atau pengembalian modal. Misalnya, ketentuan-ketentuan saham preferen dapat mengatur bahwa para pemegang saham ini berhak atas tingkat penerimaan deviden khusus sebelum deviden dibayarkan kepada para pemegang saham biasa.

3. Pemegang Saham

Seorang anggota/pemegang saham bertanggungjawab untuk menyetor kepada perusahaan hanya sejumlah uang yang belum dibayarkan atas saham yang diambil bagian oleh anggota/pemegang saham yang bersangkutan. Inilah yang dimaksud dengan tanggung jawab terbatas. Seorang pemegang saham berhak ikut serta dalam kehidupan perusahaan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam dokumen pendirian perusahaan, yaitu memorandum and articles of association, dan sepanjang diperbolehkan oleh Undang-Undang. Hak-hak pasti dari pemegang saham tergantung pada ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam memorandum and articles. Umumnya, semua pemegang saham berhak atas pembagian secara pro rata atas dividen perusahaan yang dibagikan dan dibayarkan. Apabila perusahaan ditutup, maka sekali lagi semua pemegang saham umumnya berhak atas pembagian secara pro rata atas sisa aset yang ada setelah dilakukannya pembayaran kewajiban kepada para kreditur perusahaan. Para pemegang saham juga berhak mengangkat dan memberhentikan para direktur perusahaan.
Sacara umum, saham dibagi atas dua kelas utama yaitu saham biasa dan saham preferen. Saham preferen, sesuai dengan namanya, merupakan saham yang memberikan preferen/keistimewaaan bagi para pemegang saham tersebut. Preferen dapat berbentuk deviden atau pengembalian modal. Misalnya, ketentuan-ketentuan saham preferen dapat mengatur bahwa para pemegang saham ini berhak atas tingkat penerimaan deviden khusus sebelum deviden dibayarkan kepada para pemegang saham biasa.

Mempertahankan Modal
            Suatu perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Singapura harus mempertahankan modalnya dalam arti bahwa, sebagai aturan umum, perusahaan tidak dapat mengembalikan modalnya kepada para anggotanya. Aturan umum ini dimaksudkan untuk melindungi para kreditur. Para kreditur perusahaan dikatakan telah memberikan pinjaman kepada perusahaan dengan keyakinan bahwa modal perusahaan akan digunakan hanya untuk bisnis dan karenanya memiliki hak untuk menuntut agar modal tersebut disimpan dan tidak dikembalikan kepada para pemegang saham.[2]
            Hal ini bukan berarti bahwa anggota perusahaan tidak dapat memperoleh pengembalian investasi mereka. Tentunya, apabila perusahaan memperoleh laba dalam suatu tahun tertentu, maka perusahaan dapat membayar deviden kepada para pemegang sahamnya dari laba yang diperolehnya. Aturan mempertahankan modal juga bukan berarti bahwa anggota perusahaan harus terus memberikan setoran kepada perusahaan ketika timbul kerugian dagang yang menyebabkan berkurangnya modal perusahaan. Tanggung jawab anggota kepada perusahaan hanya terbatas pada jumlah yang ia setujui untuk disetorkan kepada perusahaan ketika saham dikeluarkan untuknya. Aturan mempertahankan modal semata-mata berarti bahwa apabila tidak memperoleh laba, perusahaan tidak boleh mengambil langkah apapun yang berakibat pada pengembalian modal kepada para pemegang sahamnya.
Dari prinsip umum ini, lahirlah lima pandangan sebagai berikut:
  1. Perusahaan tidak boleh memmbeli sahamnya sendiri atau saham perusahaan induknya;[3]
  2. Perusahaan tidak boleh meminjamkan uang dengan jaminan sahamnya sendiri atau saham perusahaan induknya;[4]
  3. Perusahaan tidak dapat memberikan bantuan keuangan kepada pihak ketiga untuk membeli saham perusahaan atau saham perusahaan induknya;[5]
  4. Perusahaan tidak boleh membayar deviden kecuali dari perolehan laba yang ada;
  5. Perusahaan tidak dapat mengurangi modalnya atau dengan cara lain mengembalikan aset kepada para anggotanya, kecuali sepanjang diperbolehkan menurut Undang-Undang.
Salah satu pengecualian yang sekarang diperbolehkan oleh Undang-Undang adalah bahwa perusahaan dalam situasi-situasi tertentu dapat membeli sahamnya sendiri. Pembelian tersebut harus disetujui oleh perusahaan dalam rapat umum. Menurut Pasal 76B(1) dari Undang-Undang, anggaran dasar perusahaan harus secara tegas memperbolehkan pembelian kembali/buy back saham tersebut. Pembayaran pembelian saham harus diambil dari laba perusahaan yang dapat dibagikan.[6] Hal ini untuk menjaga posisi para kreditur karena laba tersebut pada setiap saat sudah dibagikan kepada para pemegang saham. Selain itu, para direktur dan manajer perusahaan juga dilarang mengijinkan pembelian kembali saham perusahaan apabila mereka tahu bahwa perusahaan dalam keadaan insolven atau akan insolven sebagai akibat dari pembelian kembali saham perusahaan itu.[7]

Pengurangan Modal
Terlepas dari aturan mempertahankan modal, Undang-Undang memperbolehkan pengurangan modal dalam situasi-situasi tertentu. Ketentuan yang terpenting adalah pasal 73(1) dari Undang-Undang, yang mengatur bahwa perusahaan, jika diwenangkan menurut anggaran dasarnya berdasarkan keputusan khusus, dapat mengurangi permodalan sahamnya dengan cara apapun dan khususnya, tanpa membatasi arti keseluruhan dari ketentuan sebelumnya, dapat melakukan semua atau salah satu tindakan berikut ini:  
  1. menghapus atau mengurangi tanggung jawab atas salah satu sahamnya berkenaan dengan permodalan saham yang belum disetor;
  2. membatalkan modal disetor yang hilang atau tidak diwakili oleh aset yang tersedia;
  3. membayar lunas permodalan saham yang telah melebihi kebutuhan perusahaan.
Setiap pengurangan modal harus disetujui oleh pengadilan, dan dalam situasi-situasi tertentu, para kreditur berhak mengajukan keberatan terhadap pengurangan modal tersebut.[8]

4. Perlindungan Hukum Pemegang Saham

Oppression Remedy
Selain mampu mengajukan gugatan derivatif baik menurut common law atau undang-undang untuk melindungi kepentingan sah dari perusahaan, ada dua upaya hukum penting lainnya yang terbuka bagi para pemegang saham yang merasa kepentingannya terusik. Pertama diatur berdasarkan Pasal 216 dari Undang-Undang. Pasal 216 (1) mengatur bahwa setiap anggota atau pemilik debentur perusahaan, atau Menteri Keuangan dalam kasus-kasus tertentu, dapat mengajukan permohonan penetapan kepada pengadilan agar urusan perusahaan dijalankan dengan cara menekan satu atau lebih anggota atau pemegang debentur, atau dengan mengabaikan kepentingan mereka sebagai anggota, pemegang saham atau pemegang debentur perusahaan. Pengajuan permohonan yang serupa dapat juga dilakukan apabila terdapat suatu tindakan perusahaan yang telah dilakukan atau akan terjadi yang mana secara tidak adil mendiskriminasikan atau dengan cara lain merugikan satu atau lebih anggota atau pemegang debentur. Pasal 216 biasa dikenal sebagai upaya hukum tekanan/oppression remedy.
            Apabila pengajuan permohonan tersebut dilakukan, dan pengadilan setelah memeriksa bukti merasa puas bahwa tuntutan yang diajukan memiliki dasar yang kuat, maka pengadilan, dengan tujuan mengakhiri atau memperbaiki masalah yang digugat, dapat membuat suatu penetapan sebagaimana dianggap baik olehnya. Penetapan tersebut dapat berupa memerintahkan atau melarang setiap tindakan atau membatalkan atau mengubah transaksi atau keputusan; mengatur pelaksanaan urusan perusahaan di kemudian hari; mengijinkan proses perkara perdata diajukan atas nama perusahaan; mengatur pembelian saham dan debentur perusahaan oleh anggota atau pemegang debentur lainnya dari perusahaan itu sendiri; atau bahkan menutup perusahaan.
Pasal 216 dari Undang-Undang dimaksudkan untuk membantu anggota atau pemegang debentur apabila pihak yang mengendalikan perusahaan melakukan tindakan penyalahgunaan atau kesalahan. Pengadilan tidak mempermasalahkan apakah perusahaan dikelola dengan baik atau tidak. Keputusan bisnis adalah keputusan yang dibuat oleh direksi dan pengadilan umumnya tidak akan menduga-duga keputusan bisnis yang diambil ataupun pengadilan tidak akan mempermasalahkan bahwa seorang atau beberapa anggota seringkali kalah suara. Hal ini merupakan bagian dan satu kesatuan dari administrasi perusahaan dimana keputusan diambil berdasarkan suara mayoritas. Yang dipermasalahkan oleh pengadilan adalah apakah urusan perusahaan dijalankan oleh pihak yang mengendalikan dengan suatu cara dimana terlihat jelas adanya penyimpangan dari standar pengaturan yang wajar/fair dealing dan pelanggaran terhadap syarat-syarat perbuatan yang wajar/fair play yang berhak diharapkan oleh seorang pemegang saham. Hal ini biasanya timbul dalam situasi-situasi, misalnya, dimana para pemegang saham utama dikeluarkan dari manajemen; para pemegang saham terhalang untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan; anggota dominan secara jelas mendahulukan kepentingannya sendiri; dan pihak patrenal dari perusahaan keluarga berperilaku secara otokrasi.

Penutupan perusahaan berdasarkan Alasan yang Wajar dan Adil
Menurut Pasal 254 (1) (i) dari Undang-Undang, pengadilan dapat menutup suatu perusahaan apabila pengadilan menganggap adanya alasan wajar dan adil untuk melakukannya. Hal ini merupakan upaya hukum yang penting bagi para pemegang saham karena para pemegang saham yang tidak puas dapat menggunakan proses penutupan perusahaan ini sebagai cara untuk keluar dari perusahaan.
Alasan yang wajar dan adil untuk penutupan perusahaan telah digunakan dalam situasi-situasi yang berbeda. Misalnya, apabila tujuan utama perusahaan tidak dapat dicapai atau telah menyimpang daripadanya, maka anggota perusahaan yang kecewa dapat mengajukan permohonan agar perusahaan ditutup. Demikian juga halnya, suatu perusahaan dapat ditutup apabila perusahaan melakukan tindakan yang secara keseluruhan berada di luar dari apa yang sewajarnya dianggap telah ada dalam pengaturan dan pemahaman umum dari para anggota ketika mereka menjadi anggota perusahaan. Situasi lainnya dimana alasan wajar dan adil digunakan adalah ketika bisnis perusahaan dijalankan dengan cara penipuan. Selain itu, dalam hal perusahaan adalah suatu persekutuan kuasi dimana bisnis dijalankan dengan cara yang serupa dengan cara suatu persekutuan dikelola terlepas dari bentuknya sebagai perusahaan, dan kemudian, kepercayaan antar para anggota telah rusak sama sekali, maka pengadilan dapat menetapkan penutupan perusahaan karena para anggotanya tidak dapat bekerja sama lagi satu sama lainnya.

5. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah rapat yang dilaksanakan oleh perusahaan untuk memberikan pertanggungjawaban perusahaan atau informasi terhadap situasi-situasi tertentu perusahaan. RUPS misalnya dilakukan dalam situasi dapat membeli sahamnya sendiri. Pembelian tersebut harus disetujui oleh perusahaan dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Menurut Pasal 76B(1) dari Undang-Undang, anggaran dasar perusahaan harus secara tegas memperbolehkan pembelian kembali/buy back saham tersebut. Pembayaran pembelian saham harus diambil dari laba perusahaan yang dapat dibagikan.[9]
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dilakukan berdasarkan kebutuhan dari suatu perusahaan, anak perusahaan juga wajib melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam setiap tahunnya. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dilaksanakan atas permintaan pemegang saham. Keputusan yang diambil dalam RUPS adalah sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum dan jumlah suara untuk perubahan Anggaran Dasar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dan atau Anggaran Dasar.
Para Pemegang Saham juga berhak mengangkat dan memberhentikan para direktur perusahaan. Selain, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikenal juga Rapat Umum Tahunan. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dilakukan juga untuk mengganti Direktur Perusahaan atau Direksi. Pemegang Saham juga berhak untuk memberhentikan dan mengangkat Direktur Perusahaan/Direksi.
Disampig RUPS, Rapat Umum Tahunan juga setiap tahunnya dilakukan untuk menyetujui Laporan Tahunan perseroan, yang isinya adalah :
a.       laporan keuangan;
b.      laporan mengenai kegiatan perseroan ;
c.       laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ;
d.      rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha perseroan ;
e.       nama anggota Direktur dan Direksi;
f.       gaji dan tunjangan bagi anggota Direktur, Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Pemegang Saham perseroan untuk tahun yang baru lampau.



     [1] Singapore, Companies, Act (Cap 50, 1994 Rev Ed)
     [2] Lihat Re Exchange Banking Co (1882) 21 Ch D 519
     [3] Lihat Pasal 76(1) (b) dari Undang-Undang
     [4] Lihat Pasal 76(1) (c) dari Undang-Undang
     [5] Lihat Pasal 76(1) (a) dari Undang-Undang
     [6] Lihat Pasal 76F(1) dari Undang-Undang
     [7] Lihat Pasal 76F(3) dari Undang-Undang
     [8] Lihat Pasal 73 (1) -(4) dari Undang-Undang
     [9] Lihat Pasal 76F(1) dari Undang-Undang

Rabu, 05 Januari 2011

Sengketa Sertifikat Hak Atas Tanah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)


Sertifikat Hak atas Tanah yang berhak mengeluarkan adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN), BPN merupakan Jabatan Tata Usaha Negara, sehingga jika ada sengketa terhadap Sertifikat Hak atas Tanah yang berhak memeriksa dan mengadili adalah PTUN (kompetensi/ kewenangan absolute). Sesuai dengan Pasal 55 UU 5/86 yakni gugatan hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 90 hari sejak diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, jadi apabila telah lewat 90 hari, PTUN tidak dapat lagi menerima gugatan tersebut, demikian juga dengan Pengadilan Negeri ataupun Pengadilan lainnya tidak dapat menerima gugatan tersebut karena objek gugatannya yaitu Keputusan Tata Usaha Negara tidak merupakan kewenangan Pengadilan tersebut.

Sebelum masuk ke pengadilan, ada upaya yang bisa ditempuh untuk pembatalan hak atas tanah, jika seseorang merasa dalam penerbitannya ada cacat hukum administratif. Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 9 tahun 1999 (Permen Agraria 9/1999) Pasal 106 ayat (1) jo Pasal 119 dikatakan bahwa “Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dimohonkan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh pejabat yang berwenang tanpa permohonan”. Pembatalan hak atas tanah yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang dilaksanakan apabila diketahui adanya cacat hukum administratif dalam proses penerbitan keputusan pemberian hak atau sertifikatnya tanpa adanya permohonan. Jadi siapa saja yang merasa dirugikan dengan adanya penerbitan sertifikat hak atas tanah, dan dia menganggap penerbitan tersebut cacat hukum administratif.

Dalam Pasal 107 Permen Agraria 9/1999 disebutkan bahwa  “Cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 (1)  adalah : 1) kesalahan prosedur, 2) kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan, 3) kesalahan subjek hak, 4) kesalahan objek hak, 5) kesalahan jenis hak, 6) kesalahan perhitungan luas, 7) terdapat tumpang tindih hak atas tanah, 8) data yuridis atau data data fisik tidak benar;atau kesalahan lainnya yang bersifat administratif.

Di dalam Pasal 3 UU 5 /1986 juga disebutkan bahwa
1.      “Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hak tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara”
2.      ”Jika suatu Badan Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud”
3.      ”Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan”

Dalam Pasal 3 ayat (1) tersebut menentukan prinsip dasarnya, yaitu bahwa setiap badan atau Jabatan TUN itu wajib melayani setiap permohonan warga masyarakat yang ia terima apabila hal yang dimohonkan kepadanya itu menurut peraturan dasarnya menjadi tugas kewajibannya. Kalau ia melalaikan kewajibannya itu, maka walaupun ia tidak berbuat apa-apa terhadap permohonan yang diterimanya itu, undang-undang menganggap ia telah berbuat menolak permohonan tersebut. Keputusan tersebut bersifat fiktif dan negatif karena Badan atau Jabatan TUN yang menerima permohonan itu bersikap diam tidak berbuat apa-apa dan tidak mengeluarkan suatu keputusan apapun tetapi oleh undang-undang dianggap telah mengeluarkan suatu penetapan tertulis yang berisi suatu penolakan atas suatu permohponan yang telah diterimanya itu.

Sehingga permohonan pembatalan hak atas tanah yang diajukan ke BPN, jika tidak ditanggapi oleh BPN maka BPN dianggap telah mengeluarkan penetapan tertulis yang berisi penolakan permohonan tersebut. Oleh karena itu terhadap BPN yang dianggap telah mengeluarkan Penetapan Tertulis penolakan tersebut dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara dengan jangka waktu 90 hari dihitung setelah pejabat TUN yang bersangkutan dianggap mengeluarkan putusan (lihat Pasal 3 ayat 2 & 3 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986) Tapi memang sering terjadi sengketa tentang Sertifikat Hak atas tanah disidangkan di Pengadilan Negeri. Ada Jurispudensi tetap HR sejak sebelum tahun-tahun Perang Dunia II diikuti dan dianut oleh badan-badan peradilan di Indonesia. Sejak jaman masih berlakunya Pasal 2 RO Ind (bunyinya sama dengan Pasal 2 RO Ned) sampai sekarang, walaupun setelah adanya Pasal 50 UU 2/86 dan sejak berlakunya Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Jurisprudensi tetap tersebutlah pada awalnya yang diikuti oleh hakim Pengadilan Negeri untuk memeriksa perkara Tata Usaha Negara terutama Keputusan-keputusan pemerintah atau penguasa yang sering merugikan hak-hak atau kepentingan masyarakat atau sering juga disebut dengan Perbuatan Melawan Hukum Penguasa (onrechtmatige overheidsdaadzaken/OOD).

Tetapi lama kelamaan Jurisprudensi tetap tersebut sudah menjadi pendapat umum sehingga sampai sekarang sudah tidak asing lagi jika Pengadilan Negeri memeriksa dan memutus perkara yang seharusnya menjadi kewenangan PTUN. Demikian juga sengketa tentang Sertifikat hak atas tanah yang banyak disidangkan di Pengadilan Negeri, perlu diketahui bahwa sebenarnya yang menjadi objek perkara (Objektum litis) dalam sengketa tersebut adalah bukan Keputusan Usaha Negara atau bukan Sertifikat hak atas tanah tersebut melainkan hak-hak atau kepentingan-kepentingan masyarakat yang dilanggar sebagai akibat keluarnya Keputusan Tata Usaha Negara atau keluarnya sertifikat tersebut.

Selasa, 04 Januari 2011

Mekanisme Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil


Urusan perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) diatur dalam Peraturan Pemerintah  No. 10 Tahun 1983 (PP 10) yang diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 (PP 45). Ada beberapa Pasal dalam PP 10 yang diubah dengan PP 45. Selebihnya, PP 10 masih berlaku.

Khusus mengenai perceraian diatur dalam Pasal 3 PP 45 dijelaskan bahwa PNS yang menggugat cerai pasangannya harus mendapat izin dari pejabat. Jika PNS berada dalam posisi sebagai tergugat cerai, ia tetap harus memberitahukan adanya gugatan perceraian itu. Izin maupun pemberitahuan itu harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan yang mendasari gugatan perceraian itu.

Sementara dalam Pasal 5 Ayat (2) disebutkan, setiap atasan dari PNS wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada pejabat melalui saluran hirarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan setelah menerima izin perceraian PNS dimaksud.
Selanjutnya Pasal 8 Ayat (1) Jo. Ayat (2) PP 45 menjelaskan, bila perceraian terjadi atas kehendak PNS pria maka ia wajib menyerahkan sepertiga gajinya untuk anak, sepertiganya lagi untuk istri dan sisanya untuk suami. Jika tidak ada anak dalam perkawinan itu, Ayat (3) dari Pasal itu menyatakan bahwa istri berhak atas setengah dari gaji suami PNS.

Mengenai sanksi bagi PNS yang tidak minta izin terlebih dulu ketika melakukan perceraian, diatur dalam Pasal 15 PP 45 yang pada intinya menyatakan jika PNS tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu bulan terhitung mulai terjadinya perceraian, maka ia dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat yang diatur dalam PP Nomor 30 Tahun 1980 (PP 30) tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Jika ditelusuri, hukuman disiplin berat yang diatur dalam PP 30 mencakup :1.) penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun; 2.) pembebasan dari jabatan; 3.) pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai Negeri Sipil; dan 4.) pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Senin, 03 Januari 2011

Kasus Joki Tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro

Dunia hukum kembali tercoreng dengan adanya kasus tukar napi di LP Bojonegoro pada awal tahun 2011. Kejaksaan Negeri Bojonegoro yang mengeksekusi Putusan Kasasi Mahkamah Agung atas terpidana bernama Kasiem, 50 tahun. Putusan Mahkamah Agung ini memperkuat Putusan Pengadilan Negeri Bojonegoro dan Pengadilan Tinggi Surabaya, yang memvonis Kasiem bersalah dengan hukuman penjara 3,5 bulan untuk dua perkara sekaligus.

Kasiem yang semestinya menjalani hukuman selama 7 (tujuh) bulan di Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro. Namun, saat eksekusi, pengusaha Palawija asal Kalianyar, Kecamatan Kapas, Bojonegoro, itu meminta Karni, untuk menggantikan dirinya di penjara. Sebagai imbalan, Kasiem menjanjikan Karni akan memberikan uang sebesar Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Karni sempat mendekam tiga hari di penjara, sampai ulahnya diketahui petugas LP Bojonegoro. Begitu kasus ini terungkap, Kejaksaan Bojonegoro langsung mencari Kasiem dan dijebloskan ke LP Bojonegoro.

Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Marwan Effendi mengatakan telah menemukan 2 (dua) orang yang bertanggung jawab atas kasus penukaran tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro. Tim pengawas kejaksaan pun telah memeriksa Kepala Kejaksaan dan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Bojonegoro. Namun sejauh ini baru dua anggota staf itu yang diduga lalai. Tim pengawas juga belum menemukan unsur pidana korupsi yang dilakukan kedua pegawai tersebut. Belum ada indikasi menerima suap dari terpidana. Karena kelalaian saat menjalankan tugas, kedua pegawai negara itu bisa dikenai hukuman sampai pemecatan.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)


            RUPS adalah organ perseroan yang mewaikili kepentingan seluruh pemegang saham dalam perseroan terbatas tersebut. Sebagai organ perseroan RUPS memiliki dan melaksanakan semua kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa RUPS tidak mewakili salah satu atau lebih pemegang saham, melainkan seluruh pemegang saham perseroan terbatas. Dalam setiap forum RUPS hanya dapat membicarakan agenda yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal tersebut maka pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan. RUPS tidak berhak untuk membicarakan apalagi mengambil putusan dalam mata  acara lain-lain, kecuali semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara rapat. Dengan demikian berarti keputusan atas mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.
            Pemegang saham adalah subjek hukum yang merupakan pemilik dari setiap lembar saham yang dikeluarkan oleh perseroan. Pemegang saham bukanlah organ perseroan dan karenanya setiap tindakan pemegang saham, yang dilakukan secara  individual tidaklah mengikat para pemegang saham lainnya.
            RUPS adalah organ perseroan yang memiliki kewenangan sisa yang tidak diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. RUPS mewakili kehendak dari pemegang saham secara keseluruhan, baik sebagai akibat putusan dengan musyawarah maupun putusan sebagai akibat dari hasil pemunguan suara yang sesuai dan sejalan dengan ketentuan Anggaran Dasar dan atau UUPT. Keputusan RUPS berlaku sebagai aturan internal bagi perseroan terbatas. Dalam hal putusan tersebut kemudian disetujui oleh Menteri Hukum dan HAM didaftarkan dalam Daftar Perseroan, serta diumumkan dalam Berita Negara, maka putusan tersebut mengikat pihak ketiga atau masyarakat luas. Asas publisitas berlaku dalam hal yang disebutkan terakhir.
            Pelaksanaan RUPS harus didahului dengan pemanggilan RUPS. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan RUPS lainnya dengan didahului pemanggilan RUPS. Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham sebelum menyelenggarakan RUPS. Dalam hal tertentu, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Dewan Komisaris atau pemegang saham berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri.
Penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan atas permintaan :
  1. 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali Anggaran Dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil ; atau
  2. Dewan Komisaris.
Yang diajukan kepada Direksi dengan surat tercatat disertai dengan alasannya. Dalam hal permintaan datang dari pemegang saham, maka surat tercatat tersebut tembusannya disampaikan kepada Dewan Komisaris. Bagi perseroan terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Pengumuman dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima. Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS, maka :
  1. dalam hal permintaan penyelenggaraan RUPS dilakukan oleh pemegang saham, maka harus diajukan kembali kepada Dewan Komisaris ; atau
  2. dalam hal permintaan dilakukan oleh Dewan Komisaris, maka Dewan Komisaris melakukan pemanggilan sendiri RUPS.
Dewan Komisaris melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu tersebut di atas, pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonannya kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut. Ketua pengadilan negeri setelah memanggil dan mendengar pemohon, Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan RUPS apabila pemohon secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk menyelenggarakan RUPS.

Penetapan ketua pengadilan negeri memuat juga mengenai :
  1. bentuk RUPS, mata acara RUPS sesuai dengan permohonan pemegang saham, jangka waktu pemanggilan RUPS, kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS, serta penunjukan ketua rapat, sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan Undang-undang ini atau Anggaran Dasar ; dan/atau
  2. perintah yang mewajibkan Direksi dan/atau Dewan Komisaris untuk hadir dalam RUPS.
               Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin tersebut bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
               Ketua pengadilan negeri menolak permohonan dalam hal pemohon tidak dapat membuktikan secara sumir bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS. Dalam hal penetapan ketua pengadilan negeri menolak permohonan, upaya hukum yang dapat diajukan hanya kasasi.
               Ketentuan tersebut berlaku juga bagi perseroan terbuka dengan memperhatikan persyaratan pengumuman akan diadakannya RUPS dan persyaratan lainnya untuk penyelenggaraan RUPS sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
               Dalam konteks perseroan terbuka disyaratkan adanya pemberitahuan akan dilakukannya pemanggilan RUPS dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS dilaksanakan. Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.  Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar. Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan. Perseroan wajib memberikan salinan bahan kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta. Dalam hal pemanggilan tidak dilakukan dalam jangka waktu yang ditentukan dan panggilan tidak dilakukan melalui surat tercatat atau melalui iklan surat kabar, maka keputusan yang diambil RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.
               RUPS diselenggarakan di tempat kedudukan perseroan atau di tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar, tetapi masih dalam wilayah negara Repulik Indonesia. Bagi perseroan terbuka, RUPS dapat diadakan di tempat kedudukan bursa di mana saham perseroan dicatatkan, namun harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia. 
               RUPS yang diselenggarakan Direksi berdasarkan panggilan RUPS dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan permintaan oleh pemegang saham dan atau Dewan Komisaris dan mata acara rapat lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi sesuai dengan panggilan RUPS. Sedangkan RUPS yang diselenggarakan Dewan Komisaris hanya membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan dimintanya RUPS. Selanjutnya RUPS yang diselengarakan berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri hanya boleh membicarakan mata acara rapat sebagaimana ditetapkan ketua pengadilan negeri. Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di manapun dengan memperhatikan bahwa tempat atau lokasi penyelenggaraannya harus masih berada dalam wilayah negara Republik Indonesia. RUPS ini dapat mengambil keputusan jika keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.
               Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali Anggaran Dasar menentukan lain. Hak suara tersebut tidak berlaku untuk :
a.       saham perseroan yang dikuasai sendiri oleh perseroan ;
b.      saham induk perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung ; atau
c.       saham perseroan yang dikuasai oleh perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan.
               Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya, kecuali bagi pemegang saham dari saham tanpa hak suara. Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda. Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham. Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut. Ketua rapat berhak untuk menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan UUPT dan Anggaran Dasar perseroan.
               Terhadap perseroan terbuka berlaku juga ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
               Rapat Umum Tahunan adalah Rapat Umum Pemegang Saham perseroan yang dilaksanakan setiap tahun, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya setiap tahun buku.
               Tujuan dari Rapat Umum Tahuan adalah untuk menyetujui Laporan Tahunan perseroan terbatas, yang isinya adalah :
a.       laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut ;
b.      laporan mengenai kegiatan perseroan ;
c.       laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ;
d.      rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha perseroan ;
e.       laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau ;
f.       nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris ;
g.      gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris perseroan untuk tahun yang baru lampau.
               Laporan keuangan harus disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan, Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi perseroan yang wajib di audit, harus disampaikan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Proses penyelenggaraan Rapat Umum Tahunan sama dengan proses penyelenggaraan RUPS pada umumnya.
               Direksi wajib menyerahkan laporan keuangan Perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila :
a.   kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat;
b.      Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;
c.       Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;
d.      Perseroan merupakan persero;
e.       Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp.50.000.000.000,00 (Lima Puluh Miliar Rupiah); atau
f.       Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
            Dalam hal kewajiban untuk di audit  tidak dilaksanakan, laporan keuangan tidak disahkan oleh RUPS. Laporan atas hasil audit akuntan publik tersebut disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direkasi.
            RUPS Tahunan dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari ½ (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali UUPT ini dan/atau Anggaran Dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar. Dalam hal kuorum kehadiran tersebut tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua. Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum. RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Anggaran Dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar. Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan atas permohonan perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga. Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri. Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan. RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPSyang mendahuluinya dilangsungkan.
            Pada dasarnya keputusan Rapat Umum Tahunan diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu perdua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali UUPT dan/atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar.
            RUPS luar biasa (selanjutnya disebut “RULB”) adalah RUPS disamping Rapat Umum Tahunan, yang dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan perseroan. RULB harus mencantumkan agenda yang jelas. Proses penyelenggaraan RULB sama dengan proses penyelenggaraan RUPS pada umumnya.

Untuk RULB yang diselenggarakan guna melakukan perubahan Anggaran Dasar
            RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum kehadiran tersebut tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS kedua. RUPS kedua hanya sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan atas permohonan perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga. Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri. Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan. RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.
Untuk RULB yang diadakan dengan tujuan untuk melakukan :
  1. pemberian jaminan perusahaan
  2. penjaminan kebendaan/pemberian agunan, atau penjualan/pengalihan sebagian besar harta kekayaan perseroan terbatas ;
  3. penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan ;
  4. permohonan kepailitan dan pembubaran perseroan terbatas.
            RUPS untuk menyetujui hal-hal tersebut di atas dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit hadir 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Dalam hal kuorum kehadiran tersebut tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua.
            RUPS kedua hanya sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali Anggaran Dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
            Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan atas permohonan perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga. Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri. Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
            Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan. RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.

Untuk RULB lainnya
            RULB lainnya dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari ½ (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali UUPT ini dan/atau Anggaran Dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar. Dalam hal kuorum kehadiran tersebut tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.
            Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum. RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Anggaran Dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar.
            Dalam hal kuorum RUPS kedua tidak tercapai, perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan atas permohonan perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga. Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri. Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan. RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPSyang mendahuluinya dilangsungkan.