![]() |
Singapore, Companies, Act (Cap 50, 1994 Rev Ed) |
1. Pengertian Saham
Saham menurut hukum Singapura adalah hak pemegang saham dalam perusahaan yang dinilai dengan sejumlah uang, pertama untuk keperluan penilaian tanggung jawab dan kedua, untuk keperluan penilaian hak, tetapi juga mencakup serangkaian janji-janji bersama yang diadakan oleh semua pemegang saham antara mereka sendiri.[1]
2. Klasifikasi Saham
Sacara umum, saham dibagi atas dua kelas utama yaitu saham biasa dan saham preferen. Saham preferen, sesuai dengan namanya, merupakan saham yang memberikan preferen/keistimewaaan bagi para pemegang saham tersebut. Preferen dapat berbentuk deviden atau pengembalian modal. Misalnya, ketentuan-ketentuan saham preferen dapat mengatur bahwa para pemegang saham ini berhak atas tingkat penerimaan deviden khusus sebelum deviden dibayarkan kepada para pemegang saham biasa.
3. Pemegang Saham
Seorang anggota/pemegang saham bertanggungjawab untuk menyetor kepada perusahaan hanya sejumlah uang yang belum dibayarkan atas saham yang diambil bagian oleh anggota/pemegang saham yang bersangkutan. Inilah yang dimaksud dengan tanggung jawab terbatas. Seorang pemegang saham berhak ikut serta dalam kehidupan perusahaan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam dokumen pendirian perusahaan, yaitu memorandum and articles of association, dan sepanjang diperbolehkan oleh Undang-Undang. Hak-hak pasti dari pemegang saham tergantung pada ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam memorandum and articles. Umumnya, semua pemegang saham berhak atas pembagian secara pro rata atas dividen perusahaan yang dibagikan dan dibayarkan. Apabila perusahaan ditutup, maka sekali lagi semua pemegang saham umumnya berhak atas pembagian secara pro rata atas sisa aset yang ada setelah dilakukannya pembayaran kewajiban kepada para kreditur perusahaan. Para pemegang saham juga berhak mengangkat dan memberhentikan para direktur perusahaan.
Sacara umum, saham dibagi atas dua kelas utama yaitu saham biasa dan saham preferen. Saham preferen, sesuai dengan namanya, merupakan saham yang memberikan preferen/keistimewaaan bagi para pemegang saham tersebut. Preferen dapat berbentuk deviden atau pengembalian modal. Misalnya, ketentuan-ketentuan saham preferen dapat mengatur bahwa para pemegang saham ini berhak atas tingkat penerimaan deviden khusus sebelum deviden dibayarkan kepada para pemegang saham biasa.
Mempertahankan Modal
Suatu perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Singapura harus mempertahankan modalnya dalam arti bahwa, sebagai aturan umum, perusahaan tidak dapat mengembalikan modalnya kepada para anggotanya. Aturan umum ini dimaksudkan untuk melindungi para kreditur. Para kreditur perusahaan dikatakan telah memberikan pinjaman kepada perusahaan dengan keyakinan bahwa modal perusahaan akan digunakan hanya untuk bisnis dan karenanya memiliki hak untuk menuntut agar modal tersebut disimpan dan tidak dikembalikan kepada para pemegang saham.[2]
Hal ini bukan berarti bahwa anggota perusahaan tidak dapat memperoleh pengembalian investasi mereka. Tentunya, apabila perusahaan memperoleh laba dalam suatu tahun tertentu, maka perusahaan dapat membayar deviden kepada para pemegang sahamnya dari laba yang diperolehnya. Aturan mempertahankan modal juga bukan berarti bahwa anggota perusahaan harus terus memberikan setoran kepada perusahaan ketika timbul kerugian dagang yang menyebabkan berkurangnya modal perusahaan. Tanggung jawab anggota kepada perusahaan hanya terbatas pada jumlah yang ia setujui untuk disetorkan kepada perusahaan ketika saham dikeluarkan untuknya. Aturan mempertahankan modal semata-mata berarti bahwa apabila tidak memperoleh laba, perusahaan tidak boleh mengambil langkah apapun yang berakibat pada pengembalian modal kepada para pemegang sahamnya.
Dari prinsip umum ini, lahirlah lima pandangan sebagai berikut:
- Perusahaan tidak boleh memmbeli sahamnya sendiri atau saham perusahaan induknya;[3]
- Perusahaan tidak boleh meminjamkan uang dengan jaminan sahamnya sendiri atau saham perusahaan induknya;[4]
- Perusahaan tidak dapat memberikan bantuan keuangan kepada pihak ketiga untuk membeli saham perusahaan atau saham perusahaan induknya;[5]
- Perusahaan tidak boleh membayar deviden kecuali dari perolehan laba yang ada;
- Perusahaan tidak dapat mengurangi modalnya atau dengan cara lain mengembalikan aset kepada para anggotanya, kecuali sepanjang diperbolehkan menurut Undang-Undang.
Salah satu pengecualian yang sekarang diperbolehkan oleh Undang-Undang adalah bahwa perusahaan dalam situasi-situasi tertentu dapat membeli sahamnya sendiri. Pembelian tersebut harus disetujui oleh perusahaan dalam rapat umum. Menurut Pasal 76B(1) dari Undang-Undang, anggaran dasar perusahaan harus secara tegas memperbolehkan pembelian kembali/buy back saham tersebut. Pembayaran pembelian saham harus diambil dari laba perusahaan yang dapat dibagikan.[6] Hal ini untuk menjaga posisi para kreditur karena laba tersebut pada setiap saat sudah dibagikan kepada para pemegang saham. Selain itu, para direktur dan manajer perusahaan juga dilarang mengijinkan pembelian kembali saham perusahaan apabila mereka tahu bahwa perusahaan dalam keadaan insolven atau akan insolven sebagai akibat dari pembelian kembali saham perusahaan itu.[7]
Pengurangan Modal
Terlepas dari aturan mempertahankan modal, Undang-Undang memperbolehkan pengurangan modal dalam situasi-situasi tertentu. Ketentuan yang terpenting adalah pasal 73(1) dari Undang-Undang, yang mengatur bahwa perusahaan, jika diwenangkan menurut anggaran dasarnya berdasarkan keputusan khusus, dapat mengurangi permodalan sahamnya dengan cara apapun dan khususnya, tanpa membatasi arti keseluruhan dari ketentuan sebelumnya, dapat melakukan semua atau salah satu tindakan berikut ini:
- menghapus atau mengurangi tanggung jawab atas salah satu sahamnya berkenaan dengan permodalan saham yang belum disetor;
- membatalkan modal disetor yang hilang atau tidak diwakili oleh aset yang tersedia;
- membayar lunas permodalan saham yang telah melebihi kebutuhan perusahaan.
Setiap pengurangan modal harus disetujui oleh pengadilan, dan dalam situasi-situasi tertentu, para kreditur berhak mengajukan keberatan terhadap pengurangan modal tersebut.[8]
4. Perlindungan Hukum Pemegang Saham
Oppression Remedy
Selain mampu mengajukan gugatan derivatif baik menurut common law atau undang-undang untuk melindungi kepentingan sah dari perusahaan, ada dua upaya hukum penting lainnya yang terbuka bagi para pemegang saham yang merasa kepentingannya terusik. Pertama diatur berdasarkan Pasal 216 dari Undang-Undang. Pasal 216 (1) mengatur bahwa setiap anggota atau pemilik debentur perusahaan, atau Menteri Keuangan dalam kasus-kasus tertentu, dapat mengajukan permohonan penetapan kepada pengadilan agar urusan perusahaan dijalankan dengan cara menekan satu atau lebih anggota atau pemegang debentur, atau dengan mengabaikan kepentingan mereka sebagai anggota, pemegang saham atau pemegang debentur perusahaan. Pengajuan permohonan yang serupa dapat juga dilakukan apabila terdapat suatu tindakan perusahaan yang telah dilakukan atau akan terjadi yang mana secara tidak adil mendiskriminasikan atau dengan cara lain merugikan satu atau lebih anggota atau pemegang debentur. Pasal 216 biasa dikenal sebagai upaya hukum tekanan/oppression remedy.
Apabila pengajuan permohonan tersebut dilakukan, dan pengadilan setelah memeriksa bukti merasa puas bahwa tuntutan yang diajukan memiliki dasar yang kuat, maka pengadilan, dengan tujuan mengakhiri atau memperbaiki masalah yang digugat, dapat membuat suatu penetapan sebagaimana dianggap baik olehnya. Penetapan tersebut dapat berupa memerintahkan atau melarang setiap tindakan atau membatalkan atau mengubah transaksi atau keputusan; mengatur pelaksanaan urusan perusahaan di kemudian hari; mengijinkan proses perkara perdata diajukan atas nama perusahaan; mengatur pembelian saham dan debentur perusahaan oleh anggota atau pemegang debentur lainnya dari perusahaan itu sendiri; atau bahkan menutup perusahaan.
Pasal 216 dari Undang-Undang dimaksudkan untuk membantu anggota atau pemegang debentur apabila pihak yang mengendalikan perusahaan melakukan tindakan penyalahgunaan atau kesalahan. Pengadilan tidak mempermasalahkan apakah perusahaan dikelola dengan baik atau tidak. Keputusan bisnis adalah keputusan yang dibuat oleh direksi dan pengadilan umumnya tidak akan menduga-duga keputusan bisnis yang diambil ataupun pengadilan tidak akan mempermasalahkan bahwa seorang atau beberapa anggota seringkali kalah suara. Hal ini merupakan bagian dan satu kesatuan dari administrasi perusahaan dimana keputusan diambil berdasarkan suara mayoritas. Yang dipermasalahkan oleh pengadilan adalah apakah urusan perusahaan dijalankan oleh pihak yang mengendalikan dengan suatu cara dimana terlihat jelas adanya penyimpangan dari standar pengaturan yang wajar/fair dealing dan pelanggaran terhadap syarat-syarat perbuatan yang wajar/fair play yang berhak diharapkan oleh seorang pemegang saham. Hal ini biasanya timbul dalam situasi-situasi, misalnya, dimana para pemegang saham utama dikeluarkan dari manajemen; para pemegang saham terhalang untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan; anggota dominan secara jelas mendahulukan kepentingannya sendiri; dan pihak patrenal dari perusahaan keluarga berperilaku secara otokrasi.
Penutupan perusahaan berdasarkan Alasan yang Wajar dan Adil
Menurut Pasal 254 (1) (i) dari Undang-Undang, pengadilan dapat menutup suatu perusahaan apabila pengadilan menganggap adanya alasan wajar dan adil untuk melakukannya. Hal ini merupakan upaya hukum yang penting bagi para pemegang saham karena para pemegang saham yang tidak puas dapat menggunakan proses penutupan perusahaan ini sebagai cara untuk keluar dari perusahaan.
Alasan yang wajar dan adil untuk penutupan perusahaan telah digunakan dalam situasi-situasi yang berbeda. Misalnya, apabila tujuan utama perusahaan tidak dapat dicapai atau telah menyimpang daripadanya, maka anggota perusahaan yang kecewa dapat mengajukan permohonan agar perusahaan ditutup. Demikian juga halnya, suatu perusahaan dapat ditutup apabila perusahaan melakukan tindakan yang secara keseluruhan berada di luar dari apa yang sewajarnya dianggap telah ada dalam pengaturan dan pemahaman umum dari para anggota ketika mereka menjadi anggota perusahaan. Situasi lainnya dimana alasan wajar dan adil digunakan adalah ketika bisnis perusahaan dijalankan dengan cara penipuan. Selain itu, dalam hal perusahaan adalah suatu persekutuan kuasi dimana bisnis dijalankan dengan cara yang serupa dengan cara suatu persekutuan dikelola terlepas dari bentuknya sebagai perusahaan, dan kemudian, kepercayaan antar para anggota telah rusak sama sekali, maka pengadilan dapat menetapkan penutupan perusahaan karena para anggotanya tidak dapat bekerja sama lagi satu sama lainnya.
5. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah rapat yang dilaksanakan oleh perusahaan untuk memberikan pertanggungjawaban perusahaan atau informasi terhadap situasi-situasi tertentu perusahaan. RUPS misalnya dilakukan dalam situasi dapat membeli sahamnya sendiri. Pembelian tersebut harus disetujui oleh perusahaan dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Menurut Pasal 76B(1) dari Undang-Undang, anggaran dasar perusahaan harus secara tegas memperbolehkan pembelian kembali/buy back saham tersebut. Pembayaran pembelian saham harus diambil dari laba perusahaan yang dapat dibagikan.[9]
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dilakukan berdasarkan kebutuhan dari suatu perusahaan, anak perusahaan juga wajib melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam setiap tahunnya. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dilaksanakan atas permintaan pemegang saham. Keputusan yang diambil dalam RUPS adalah sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum dan jumlah suara untuk perubahan Anggaran Dasar sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dan atau Anggaran Dasar.
Para Pemegang Saham juga berhak mengangkat dan memberhentikan para direktur perusahaan. Selain, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikenal juga Rapat Umum Tahunan. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dilakukan juga untuk mengganti Direktur Perusahaan atau Direksi. Pemegang Saham juga berhak untuk memberhentikan dan mengangkat Direktur Perusahaan/Direksi.
Disampig RUPS, Rapat Umum Tahunan juga setiap tahunnya dilakukan untuk menyetujui Laporan Tahunan perseroan, yang isinya adalah :
a. laporan keuangan;
b. laporan mengenai kegiatan perseroan ;
c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan ;
d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha perseroan ;
e. nama anggota Direktur dan Direksi;
f. gaji dan tunjangan bagi anggota Direktur, Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Pemegang Saham perseroan untuk tahun yang baru lampau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar